Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membayangkan Kota Balikpapan dan Makassar tanpa Mobil Pribadi

Traffic Jam di Jakarta , sumber gambar

Kemacetan lalu lintas adalah salah satu masalah kronis di sebagian besar kota di Indonesia dan masalah ini semakin parah dari tahun ke tahun. Pertumbuhan pembangunan jalan di kota-kota di Indonesia jauh lebih lambat daripada tingkat pertumbuhan kepemilikan kendaraan. 

9 hingga 11 persen per tahun adalah tingkat pertumbuhan kepemilikan kendaraan dikota jakarta namun pertumbuhan pembangunan jalan hanya kurang dari 1 persen per tahun.

Niat  menyelesaikan kemacetan lalu lintas untuk waktu yang singkat dengan cara dibangun atau jalan dilebarkan.juga tidak akan memberikan opsi yang baik. Setelah beberapa tahun, jalan raya baru akan dipenuhi dengan lalu lintas yang tidak akan pernah ada jika jalan tol belum dibangun. 

Demikian pula, jalan yang dilebar mengisi dengan lebih banyak lalu lintas dalam beberapa bulan. Fenomena seperti ini disebut permintaan yang diinduksi. Karena permintaan yang ditimbulkan, tidak membangun jalan baru atau pelebaran jalan adalah solusi jangka panjang untuk kemacetan lalu lintas. 

Banyak hasil pembangunan yang bisa kita jadikan contoh, seperti pembangunan Jalan Tol Cipularang yang memiliki panjang 58 km dan menghabiskan biaya pembangunan 1,6 triliun rupiah pada masa konstruksi 2005. Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton, 1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.(Perencanaan et al., 2017)

Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi,  solusi untuk memberantas masalah kemacetan lalu lintas 

Kota Vauban, kota yang terletak diluar Freiburg lebih condong dekat dengan perbatasan negara Swiss dan Negara Perancis itu berpenduduk 5.500 jiwa. Kebiasaan para penduduk  kota sangat bergantung pada kendaraan transportas trem jika ingin kepusat kota Freiburg dan banyak dari mereka yang menggunakan mobil berjalan bersama-sama jika membutuhkan durasi perjalanan yang panjang.

Uniknya lagi Tujuh puluh persen keluarga di Kota Vauban tidak memiliki mobil. Mereka banyak berjalan kaki dan bersepeda ke sekolah, bank, restauran, pasar. 

Masih ada lagi yang unik, kota ini menyediakan akses berjalan yang mudah menuju alat transportasi trem dari setiap rumah. Pemerintah kota juga melakukan revolusi pada desain tempat tempat berkumpul agar lebik kompak dan mudah diakses untuk transportasi umum serta kebijakan mengurangi mengemudi.

Kota Vauban bisa kita jadikan contoh desain perkotaan di Indonesia seperti kota Balikpapan dan Makassar sebagai respons terhadap ancaman pemanasan global dan emisi gas rumah kaca. .
Saya bisa berpendapat bahwa desain Kota Vauban adalah perluasan pemikiran tentang Urbanisme Baru. 

Urbanisme Baru adalah konsep desain perkotaan yang mempromosikan beberapa prinsip utama perancangan kota yang dekat dengan alam dan lebih mementingkan nilai nilai kemanusian seperti walkability, interaksi sesama manusia dan konektivitas dalam penggunaan lahan campuran yang kepadatan tinggi bersifat vertikal. 

Ada banyak kota Urbanis Baru di beberapa negara, tetapi mobil masih memenuhi jalanan di kota-kota ini. Kota Vauban telah sukses dengan memberikan contoh ideal menciptakan kota tanpa mobil. 

Desain perkotaan yang akses mudah menuju ke tempat tempat transportasi umum, didesain sangat mendukung sistem transportasi umum kemudian dibuatkan standart walkable dan penggunaan lahan mixed-land-uses.(Peters, 2019)

Kendaraan pribadi atau Mobil di Indonesia masih merupakan barang mewah, banyak penduduk kota, terutama yang tinggal di kampung kota tidak memiliki mobil dan terbiasa hidup tanpa mobil. 

Jalanan (gang) di kota kecil di Indonesia didesain sangat sempit untuk kendaraan mobil dua arah dan peluang penduduk kampung untuk terbiasa berjalan kaki atau bersepeda ke tujuan mereka sangat besar jika ingin mengembangkan konsep walkability. 

Kampung kota adalah permukiman penduduk yang terletak di pusat daerah perkotaan dan relatif mudah diakses oleh transportasi umum. Berkaitan dengan konsep Urbanisme Baru, kota kampung di Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip walkability dan kepadatan tinggi namun infrastruktur transportasi pubik harus mendukung aktivitas masyarakat.

Penduduk Kampung Kota memiliki pola kecenderungan untuk mengurangi permintaan mobil ketika lingkungan mereka dapat diakses oleh transportasi umum dan jalan-jalan di lingkungan mereka tetap sempit. 

Membayangkan Kota Balikpapan dan Makassar tanpa Mobil Pribadi tak akan mudah jika Perencana kota Balikpapan dan Kota Makassar tidak menghargai keberadaan kampung kota dalam hal mengurangi kebutuhan berkendara. 

Warga Kampung Kota perlu tetap kurangnya kebutuhan mengemudi untuk mengurangi tingkat kepemilikan mobil di daerah perkotaan Makassar terutama. Untuk perkembangan baru di daerah pinggiran, perencana Indonesia dapat meniru keberhasilan kota Vauban. 

Kebutuhan berkendara sangat dipengaruhi oleh desain perkotaan dan tingginya akses ke transportasi umum. 

Masuk akal untuk membayangkan dan tidak mustahil untuk menciptakan kota Makassar dan Balikpapan tanpa mobil pribadi. 

Posting Komentar untuk " Membayangkan Kota Balikpapan dan Makassar tanpa Mobil Pribadi"