Walkabality Gagal Dalam Penataan Jakarta Internasional Stadium (JIS)
Jakarta Internasional Stadium (JIS), dinilai sebagai sebuah stadion sepakbola yang menggunakan konsep ramah pejalan kaki, dan terintegrasi transportasi publik sehingga dapat meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini diinisiasi dengan pendekatan perencanaan kapasitas parkir yang hanya 800 mobil di parkir VIP dan VVIP yang diperuntukkan bagi para pemain sepakbola dan 100 bus di lahan parkir.
Perdebatan muncul di beberapa pekan terakhir berbarengan dengan akan dihelatnya Event Piala Dunia U17, kemudian Jakarta International Stadion dinilai menjadi stadion yang akan dilibatkan namun memerlukan perbaikan di sana-sini.
Konsep Walkable City
Cita-cita
dalam perencanaan perkotaan yang secara teoritis disebut Walkable City,
sebenarnya memiliki tujuan utama untuk pengurangan emisi karbon, selain itu
manfaat secara kesehatan yang menjadi umpan baliknya bagi masyarakat perkotaan
aktif.
Dalam upaya
mewujudkan Walkable City, terdapat beberapa upaya-upaya yang
secara umum telah diterapkan di perkotaan di Indonesia. Upaya peningkatan
kualitas ruang-ruang terbuka publik seperti jalur pejalan kaki/pedestrian dan
taman terbuka kota yang dapat diakses setiap beberapa kilometer.
Konsep ini
akan merubah pola pikir masyarakat perkotaan yang terbiasa untuk menggunakan
kendaraan pribadi dari hal-hal besar seperti liburan keluarga hingga membeli
sembako di warung depan gang yang masih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang
menggunakan sepeda dayung (kata lain dari sepeda kayuh dalam bahasa sehari-hari
warga NTT atau berjalan kaki.
Jika kita
menelusuri visi misi Kota Jakarta yaitu “Jakarta kota maju, lestari dan
berbudaya yang warganya terlibat dalam mewujudkan keberadaan, keadilan dan kesejahteraan
bagi semua”. Ini menurut penulis dapat ditafsirkan sebagai cita-cita
besar menjadi kota yang menjadi tempat berkumpul warganya dengan kelayakan
lingkungan dan kesetaraannya.
Bagaimana
dengan perencanaan Jakarta International Stadium (JIS) yang berusaha menangkap
isu-isu perkotaan dalam adaptasi desainnya, seperti penyusunan tahap awal pada sistem
konektivitas transportasi publik seperti Bus Trans Jakarta yang akan beroperasi
menghubungkan JIS dengan lokasi-lokasi penghubung Kota Jakarta.
Aksesibilitas
menuju dan dari JIS dipersiapkan agar pengunjung mengutamakan berjalan kaki
saat berkegiatan di JIS. Hal ini merupakan wujud pendekatan desain dengan
konsep Walkabality pada pusat-pusat kegiatan masyarakat yang didukung
dengan wadah ruang terbuka publik berwujud stadion dan taman-taman hijaunya.
Walkabality Untuk Menjamin Kesetaraan
Lebih dalam jika kita memahami arti Walkabality pada perancangan perkotaan, memiliki makna mendalam sebagai bentuk kota yang berorientasi pada kesetaraan, pendekatan pemerataan pemanfaatan penataan kota dan fasilitas kota untuk semua kelompok lapisan masyarakat.
Kelompok masyarakat berpenghasilan paling
rendah mendapatkan akomodasi dalam perencanaan kota dalam bentuk fasilitas
jalur sepeda atau berjalan kaki dalam kegiatan sehari-hari.
Jika 20 tahun lalu, masyarakat didorong
untuk memiliki kendaraan pribadi dengan kemudahan kredit dan banyaknya pilihan
untuk menarik minat. Tujuan peningkatan ekonomi masyarakat dengan memberikan
insentif pada aksesibilitas transportasi agar masyarakat dapat aktif bergerak
secara mobil.
Jeff Speck, seorang arsitek dan perencana
penataan kota dalam bukunya berjudul Walkable City: How Downtown Saves
America, One Step at a Time, memberikan empat cara pendekatan Walkable
yang bisa diterapkan, yaitu dibuat nyaman, dibuat aman, dibuat menarik dan adanya
manfaat.
Cara pertama, perlu ada pendekatan manfaat
dan alasan yang jelas untuk pilihan berjalan kaki. Untuk mendukung pendekatan manfaat ini,
perencanaan kawasan perkotaan seperti JIS harus memiliki alasan utama, seperti
mengelar pertandingan sepakbola akbar, event konser terkenal hingga menjadi
tempat olahraga rutin yang nantinya mampu menjadi pendekatan adanya manfaat.
Pendekatan nyaman ini jika menilik pada
JIS yang merupakan ruang terbuka publik berbentuk stadium, hendaknya dapat
diakses oleh semua lapisan masyarakat dan disabilitas. Konsep JIS yang
memperhatikan teknologi sounding
system, lighting system hendaknya juga didukung dengan pedestrian yang
baik, vegetasi yang memadai, ruang transportasi yang terjadwal.
Pendekatan aman menurut penulis lebih
difokuskan pada saat transit, untuk pejalan kaki diberi kesempatan untuk menjangkau
seluruh area Kota Jakarta, dari Jakarta Selatan hingga ke Jakarta Utara tanpa
terputus. Dengan adanya kantong transit yang memenuhi kriteria walkability,
akan pejalan kaki akan beralih dari kendaraan roda empat pribadi. Dalam perspektif
JIS, diperlukan titik-titik transit yang aman dan pengawasan CCTV terus
menerus.
Pendekatan nyaman bisa
diwujudkan dengan jangkauan pejalan kaki terhadap letak-lokasi transit memiliki
kelengkapan seperti toilet umum, retail, ruang-ruang tunggu hingga ruang
ibadah.
Pendekatan menarik,
dimaknai dengan kedekatan dalam satu kawasan yang kompak dengan hanya perlu 5
menit berjalan kaki untuk mencapai fungsi-fungsi yang dituju, dan beragam
karena adanya fungsi tempat tinggal, bekerja, belanja, belajar, rekreasi, yang
semua dalam jarak pencapaian pejalan kaki.
Keempat Pendekatan Walkabality
ini, jika diterapkan dalam perkotaan akan memudahkan penurunan efisiensi
karbon, satu kereta dapat menggantikan penggunaan 2.000 kendaraan pribadi roda
empat dalam sekali waktu.
Perencanaan Sistem Transit JIS
Saat ini setelah semua masyarakat dapat dikatakan
telah memiliki kendaraan pribadi dalam jumlah berlebih, maka permasalahan baru
dari dampak jumlah ini yang memiliki pengaruh secara psikologi bagaimana
kepemilikan kendaraan pribadi ini akan membentuk sikap egois penduduk kota yang
kecenderungan individualis.
Dijabarkan
pada perencanaannya sementara untuk jangka menengah akan ada kerja sama dengan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dan PT Moda Integrasi
Transportasi Jabodetabek (MITE). Kemudian jangka panjang, JIS akan dilengkapi
dengan Moda Raya Terpadu (MRT) serta Lintas Raya Terpadu (LRT).
JIS yang telah
terbangun di atas lahan seluas 221.000 meter persegi, dengan kapasitas 82.000
penonton. Kemudian stadion ini kelak akan didukung oleh sejumlah fasilitas umum
dan sosial yang mengutamakan seni, budaya, dan lingkungan sebagai ruang komunal
masyarakat Kota Jakarta. Di sini tidak ada perencanaan lahan parkir yang mampu
menampung kapasitas stadion 82.000 penonton tersebut.
Menurut
penulis, saat ini JIS cenderung kurang dalam pemanfaatan kegiatan sepakbola
selain karena rekomendasi FIFA yang belum menyetujui, namun rekam jejak aksi
anarkis, caos hingga konflik dalam perhelatan akbar sepakbola menjadi momok
pada konsep walkability ini.
Sudah Tepatkah Pendekatan Perencanaan
JIS?
Dimasa depan, dalam perencanaan
gedung atau kawasan monofungsional sangatlah mudah dan periode
pembangunannya dapat diperkirakan, namun melakukan konektivitas dengan
infrastruktur transportasi di sekitarnyalah yang menjadi tantangan JIS saat ini
untuk menerapkan konsep Walkabality ini.
Sumber : Digitasi oleh penulis pada perangkat lunak Google earth. |
Pembangunan akses transportasi yang mendukung konsep walkability JIS ini harus segera dilaksanakan, dalam momen perhelatan piala dunia U17 ini. Hendaknya menghindari mengembangkan ruang parkir lainnya di sekitar JIS untuk menaikkan kapasitasnya kendaraan pribadi, namun pengembangan transit-transit penunjang di keempat sisi JIS, seperti jalan RR. Martadinata, area ruas Danau Sunter, pengembangan Stasiun Ancol
Untuk merubah mindset
berkendara menjadi pejalan kaki, maka perlu membuat kenyamanan, bagaimana kita merubah
kenyamanan berjalan kaki lebih baik dari pada kenyamanan bermacet-macet ria
dengan kendaraan pribadi.
Sebagai penutup artikel ini maka penulis sadur Ungkapan yang sangat populer bahwa “Negara maju bukanlah tempat di mana yang miskin memiliki mobil, melainkan tempat di mana yang kaya bersedia menggunakan transportasi publik”.
Posting Komentar untuk "Walkabality Gagal Dalam Penataan Jakarta Internasional Stadium (JIS)"
Silahkan Berkomentar dan berdiskusi